Adakah membatasi wewenang? Jawabnya barang tentu ada; sebab kalau wewenang tidak ada membatasi akan mengakibatkan tindakan-tindakan sewenang-wenang. Dan apakah membatasi wewenang itu? Membatasi wewenang ialah sumber-sumbernya wewenang itu sendiri. Pertimbangan-pertimbangan praktis tanggungjawab arsitek. Kalau wewenang itu bersumberkan hukum, maka dalam peraturan atau keputusan itu sendiri sudah ditentukan sampai mana wewenang itu dapat dilaksanakan. Jadi sudah dibatasi oleh peraturan itu sendiri.
Misalnya, berdasarkan surat keputusan seseorang ditetapkan menjadi direktur Direktorat Luari Negeri, maka kekuasaannya hanya meliputi Direktorat Luar begitu berat dan tidak terlalu banyak, tetapi hanya tugas pokok saja tidak bisa didelegasi kepada petugas lain. Dalam delegasi harus dikutsertakan tanggung-jawab. Artinya setiap pejabat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat bawahannya, wajib meminta tanggungjawab arsitek atas pelaksanaan tugasnya dari menerima penugasan. Ada juga istilah, penyerahan untuk pendelegasian. Akan tetapi istilah ini kurang disetujui, karena dia dalam penyerahan maka tanggungjawab arsitek akan beralih dari menyerahkan kepada diserahi, sedangkan dalam pendelegasian tanggungjawab arsitek keluar atau keatas tetap pada mendelegasi.
Agar supaya wewenang dapat berlaku adakalanya harus dipenuhi ketiga-tiga unsur tersebut, tetapi mungkin cukup dua unsur ataupun satu unsur saja. Disamping 3 sumbersudah disebutkan di atas, maka dapat pula ditambahkan satu sumber lagi, yakni penerimaan masyarakat. Penerimaan masyarakat juga merupakan sumber wewenang. Mungkin terjadi ketiga-tiga unsur sudah ada, tetapi kalau masyarakat di mana pejabat itu akan ditempatkan menolak, maka wewenang tidak dapat berjalan. Dapat dikatakan, bahwa pada sekarang menonjol adalah dasar hukum.
MACAM-MACAM WEWENANG (AUTHORITY)
Kita mengenal beberapa maeam wewenang, antara lain : politik. Pada umummya pegawai negeri/karyawan tidak mempunyai tanggungjawab arsitek politik, kecuali kalau ia menjadi anggota partai politik, dan tanggungjawab arsitek politiknya bukan kepada atasannya, melainkan kepada partainya. Lebih-lebih kalau jabatan dipangkunya tadi adalah berkat jasa dari partainya, tidak mustahil akan berpengaruh lebih jauh lagi. Tanggungjawab arsitek hukum, ialah tanggungjawab arsitek biasanya diselesaikan melalui saluran-saluran hukum (didepan meja hijau) karena seseorang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum. tanggungjawab arsitek jabatan (professional responsibility). Dalam praktek sehari-hari tanggungjawab arsitek dilihat dengan jelas pada pejabat-pejabat tinggi apakah ia di luar ataupun di kantor. Di manapun ia melakukan sesuatu tindakan, ia harus mempertanggungjawabkan segala tindak tanduknya sesuai dengan jabatan. Misalnya, para menteri, dokter, insinyur, notaris, jaksa, hakim.
Seorang dokter dimanapun juga ia melakukan tugasnya, entah di rumah sakit (dinas) entah praktek dirumah (sendiri) jika menyuntik orang lalu meninggal misalnya, ia harus mempertanggungjawabkan jabatannya sebagai dokter. Seorang hakim dalam kedudukannya harus tetap tegak di tengah, jangan terpengaruh oleh hubungan teman atau keluarga sehingga putusannya mungkin menjadi tak tepat/tak adil. tanggungjawab arsitek ketatalembagaan (institution) ialah tangung jawab setiap warga dari suatu organisasi perusahaan atau kantor untuk tetap menjunjung tinggi nama baik organisasi dimana orang itu saja.
Direktorat Dalam Negeri tidak menjadi wewenangnya, dan sebagainya. Begitu juga mengenai wewenang bersumberkan tradisi dan penugasan. Jika seseorang mempunyai wewenang, janganlah hendaknya wewenang itu disalahgunakan untuk bertindak sewenang-wenang. Hendaklah mengingat situasi dan keadaan. Jangan asal memberi instruksi saja. Misalnya, seorang Kepala memerintahkan kepada bawahannya untuk segera berangkat guna dinas di luar daerah, haruslah dipikirkan apakah instruksi itu sesuai dengan arus administrasi. Dalam hal ini perlu diingat pula seperti antara lain masalah transport, keuangan, tempat dituju, keluarga ditinggalkan secara mendadak, kesehatan diperintah dan persiapan lain. Jadi situasi dalam lingkungan, masyarakat dan orang bersangkutan harus dipertimbangkan sebaik-baiknya.
Seseorang mempunyai wewenang (didelegasi wewenang) harus diikuti dengan tanggungjawab arsitek. Sebaliknya seseorang tak dapat dimintai tanggungjawab arsitek, jika orang itu tak diberi wewenang. Mengenai tanggungjawab arsitek dikenai beberapa macam, ialah
a.Tanggungjawab politik.
b. tanggungjawab arsitek hukum.
c. tanggungjawab arsitek jabatan.
d. tanggungjawab arsitek ke-tata-lembagaan(institution)
Tanggungjawab politik. Sesungguhnya tanggungjawab arsitek politik ini tak termasuk di kalangan pegawai negeri pada umumnva, karena pertanggungawaban terhadap lembaga masuk. Misalnya sebagai warga dari suatu perusahaan, maka setiap pegawai/karyawan dari Perusahaan itu wajib membela/mempertahankan nama baik dari pada perusahaan tempat bekerja jika ada penghinaan-penghinaan ataupun penyalahgunaan nama baik ataupun merendahkan martabat perusahaan.
Tanggungjawab adalah suatu perasaan yakin/mampu sanggup seseorang dalam mencapai sukses akan tugas-tugas pekerjaan-pekerjaandibebankan di atas pundaknya dengan sebaik-baiknya. Jadi tanggungjawab arsitek ini berbeda dengan pengertian hidup di sementara orang pejabat memberi arti, bahwa tanggungjawab arsitek adalah menanggung segala risiko, sekalipun disebut belakangan ini tidak mustahil akan terjadi sekalipun hanya sebagai ekses.
Siapa mempunyai wewenang? Jawabnya: karena adanya surat keputusan dari pihak atasan atau penguasa berwenang; mengangkat ia sebagai Kepala Direktorat. Dengan jalan kebiasaan atau tradisional seseorang dapat mempunyai wewenang. Contoh: di desa-desa seseorang dapat menjadi lurah (kepala desa) dengan tradisional ia harus dipilih. Pemilihan dalam hal ini merupakan tradisional atau kebiasaan. Menteri walaupun secara formal sudah diangkat, tetapi dapat mulai dengan pekerjaannya dibutuhkan pelantikan. Jadi pelantikan merupakan tradisional bagi para Duta, penyerahan surat kepercayaan merupakan suatu tradisional. Dengan delegasi (delegation) seseorang dapat mempunyai wewenang biasanya datang dari pihak atasan.
Seorang manajer puncak tak mungkin dapat mengerjakan semua dihadapinya. Agar tidak terlalu sibuk perlulah ia menugaskan sebagian dari wewenangnya kepada petugas lain. Sudah barang tentu penugasan tadi harus berdasarkan kepercayaan, kecakapan, kejujuran. Misalnya seorang Kepala Biro akan menugaskan keuangan pada seorang ahli keuangan agar uang dapat dipergunakan dikelola dengan sebaik-baiknya. Untuk mencari orang guna melaksanakan maka dicarilah seorang didelegasi wewenang, yaitu Kepala Urusan Pegawai. Begitu pula untuk mengurus segala sesuatu mengenai pekerjaan kantor ditunjuklah Kepala Tata Usaha. Jadi mereka ini mempunyai wewenang karena adanya penugasan dari atasannya sehingga tugas dari Kepala Biro tak hanya kekuasaan, orang menjadi tampak berwibawa.
Jadi berkuasa dahulu, baru berwibawa. Kewibawaan mempunyai aspek ke dalam, sedangkan kekuasaana mempunyai aspek keluar. Dengan istilah dimaksudkan, bahwa berwenang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas dan bertanggungjawab terhadap hasil karyanya itu. Misalnya seorang Kepala Bagian. Sebagai seorang kepala bagian ia mempunyai wewenang terhadap bawahannya. Ini tidak berarti, bahwa ia berkuasa dalam arti boleh bertindak sewenang-wenang terhadap koleganya, melainkan berwenang untuk membimbing, memberi contoh sehingga mereka bekerja dengan baik.
Terhadap mereka nyeleweng (misalnya seting datang terlambat, bekerja seenaknya) secara administratif ia dapat memberikan sangsibersifat mendidik atau menasehati serta membimbing. Marilah kita sekarang membicarakan tentang sumber wewenang.dimaksud dengan sumber ialah dari mana asalnya atau apa dasarnya wewenang. Untuk ini kita kenal beberapa sumber, yaitu sumber hukum sumber tradisionai/kebiasaan. Seseorang dapat mempunyaj wewenang. Apa dasar hukumnya, maka seseorang mempunyai wewenang. Di sini kita melihat dari segi yuridis-formal. Misalnya seorang Kepala Direktorat mempunyai wewenang untuk mengemudikan Direktorat. Timbullah persoalan, dari mana dan apa dasar hukumnya.
Wewenang Program (Program Authority), ialah wewenang. untuk menentukan program dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Wewenang Organisasi (Organizational Authority), ialah wewenang untuk, mengatur/menyusun struktur organisasi dalam rangka mencapai tujuan bersama. Wewenang Personel ialah wewenang tentang bagaimana cara mencari dan menempatkan serta membina orang-orang dalam jabatan-jabatan di dalam organisasi. Wewenang Anggaran (Budgeting Authority) ialah wewenang untuk menyusun rencana anggaran/biaya berhubungan dengan usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi.
FUNGSI MANAJEMEN.
Mengenai fungsi-fungsi manajemen ini terdapat banyak sekali pandangan-pandangan berbeda-beda satu sama lain di kalangan para sarjana mengenai perumusannya. Di sini penyusun mengambil pandangan dari salah seorang sarjana bernama George R. Terry dalam bukunyaberjudul "Principles of Management" merumuskan fungsi-fungsi daripada manajemen disingkat menjadi POAC, yakni:
1. Planning (Arsitek perencana).
2. Organizing (Pengorganisasian).
3. Actuality.
4. Controlling (Pengendalian/Pengawasan)
PLANNING (Arsitek perencana). Mengenai arsitek perencana ini dapat diberikan beberapa pengertian. Arsitek perencana ialah arsitek perencana tentang apa akan dicapai, kemudian memberikan pedoman, garis-garis besar tentang apa akan dituju. Arsitek perencana merupakan persiapan-persiapan daripada pelaksanaan suatu tujuan. Arsitek perencana merupakan suatu perumusan daripada persoalan-persoalan tentang apa dan bagaimana sesuatu pekerjaan hendak dilaksanakan. Arsitek perencana juga merupakan suatu persiapan (preparation) untuk tindakan-tindakan administrasi atas tindalan-tindakan kemudian.
Arsitek perencana tidak harus tertulis, mungkin hanya dalam benak, dalam pemikiran, lebih-lebih mengenai rencana-rencana bersifat rahasia (misalnya rencana-rencana pertempuran). Kalau ini dibuat secara tertulis diketemukan oleh musuh, kemungkinan besar kita akan mengalami kesulitan sebelum sempat berbuat sesuatu. Telah tepat pada tempatnya (the right man in the right place), juga cara mengerjakan dan waktunya apakah sudah sesuai atau belum. Sehingga kalau terdapat kesalahan-kesalahan selekas mungkin dapat diadakan perbaikan dengan segera hingga tujuan tercapai. Janganlah tugas pengendalian (controlling) ini disalah artikan misalnya mencari-cari kesalahan orang.
Tugas pengendalian (controlling) ini memang berat, karena tidak setiap orang mengerti tentang fungsi pengawasan atau pengendalian sehingga kalau ada orang menjalankan fungsi tadi secara konsekuen lalu sering kali dibenci dan akhirnya dimusuhi. Keempat rumusan dari Terry ini (POAC) tak dapat dipisah-pisahkan satu denganlain sekalipun dapat dibeda-bedakan. Jadi ini merupakan suatu kesatuan.
MEMBUAT ARSITEK PERENCANA.
Untuk membuat suatu arsitek perencana baik, terlebih dulu harus menjawab dua pertanyaan pokok, yaitu: APA (WHAT) dan BAGAIMANA (HOW). Mengenai WHAT dipersoalkan tentang apa. Di sini menunjukkan apa maksud-tujuan dari pada pembuatan arsitek perencana itu. Tegasnya: WHAT menjawab tentang tujuan apakah hendak dicapai, apakah tujuannya maka kita membuat rencana. Jadi mengenai APA dalam hal ini dimaksudkan adalah tujuan. Dan kalau ini sudah terjawab, maka kita berhadapan dengan HOW, yaitu bagaimana cara sebaik-baiknya harus dipergunakan atau dijalankan, demi tercapainya tujuan itu.penting dalam hal ini ialah mengenai cara metode/sistem serta teknik harus dipergunakan.
Kedua pertanyaan itu (WHAT dan HOW) merupakan pertanyaan pokok. Di samping itu kita masih dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan: WHY, WHERE, WHEN, WHO. Kalau kita sudah tahu apa tujuannya dan bagaimana caranya, maka sampailah kita pada persoalan WHY, mengapa/apa sebab begitu. Lalu WHERE menunjukkan di mana tempat kegiatan usaha (operasi) akan dilaksanakan. Lalu kita hadapi WHEN, menunjukkan bilamana atau kapan rencana itu akan dilaksanakan. Dan akhirnya WHO, menunjukmu siapa akan melaksanakan.
Contoh: kalau kita akan mendirikan sebuah gedung Hotel di Bali bertingkat sepuluh, maka timbul pertanyaan :
(1). Arsitek perencana harus bersifat rasional; artinya harus dibuat berdasarkan pemikiran dan perhitungan secara masak. Jadi bukan hasil khayalan semata, sehingga dapat dibahas secara logis.
(2) Arsitek perencana harus bersifat lentur artinya luwes, dimanapun, dalam keadaaan bagaimanapun serta bilamanapun arsitek perencana itu dapat cocok, dapat mengikuti, dapat dilaksanakan. Jadi dapat diterapkan pada tempat, waktu dan keadaan bagaimanapun juga. (Misalnya, kita mempunyai rencana menjadi program pemerintah, yaitu meningkatkan sandang pangan. Ini berarti bahwa peningkatan produksi harus disesuaikan dengan keadaan. Dalam pembangunan perumahan di Jakarta, perlu diadakan bertingkat-tingkat, tetapi di Puncak misalnya mungkin ( tidak perlu karena kecuali hawanya dingin areal tanahnya masih cukup luas;
(3) Arsitek perencana harus bersifat kentinu atau terus-menerus. Ini berarti bahwa arsitek perencana harus terus dibuat. Janganlah membuat arsitek perencana sekali saja untuk seumur hidup, untuk selama-lamanya. Misalnya, dalam pola pembangunan kita melihat adanya tahapan-tahapan. Tahap pertama 5 tahun, dan nanti setelah selesai akan ditinjau kembali, dan disusul dengan tahap kedua sehingga dengan demikian arsitek perencana tadi (kontinu). Begitu pula hendaknya dalam diri kita masing-masing ada arsitek perencana kontinu, disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
TEMPAT ARSITEK PERENCANA.
Dalam hal ini timbul pertanyaan oleh siapakah arsitek perencana itu harus dibuat dan di bagian mana dari suatu organisasi arsitek perencana itu harus dibuat? Menurut tingkatan arsitek perencana, maka dapat dibeda-bedakan siapa dan di bagian mana arsitek perencana itu harus dibuat :
(1) Arsitek perencana kebijaksanaan (Poliey planning) dibuat oleh manajemen puncak.
(2) Arsitek perencana program (Program planning) dibuat oleh manajemen tengah.
(3) Arsitek perencana operasional (Operational planning) dibuat oleh manajemen bawah.
Di PT PP misalnya; arsitek perencana kebijaksanaan dibuat oleh Direksi/Direktur Utama; arsitek perencana program oleh Kepala-kepala Projek; arsitek perencana operasional dibuat oleh pelaksana. Dalam organisasi negara kita misalnya pola pembangunan nasional merupakan arsitek perencana kebijaksanaandibuat oleh Pemerintah segala sesuatunya secara fungsional disiapkan oleh Badan Arsitek perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). Kemudian guna merealisasikan Rencana Pembangunan Nasional, Pemerintah membuat arsitek perencana program (yang biasanya/lazimnya disebut Program Kabinet). Dan arsitek perencana dibuat oleh masing-masing Departemen menurut bidangnya disebut arsitek perencana operasional. Malahan Presiden telah menganjurkan agar di tiap Departemen ada khusus membuat arsitek perencana.
KEGAGALAN ARSITEK PERENCANA.
Apakah sebabnya suatu arsitek perencana mengalami kegagalan? Di sini dapat disebutkan beberapa alasan, yaitu: Perencana tak cakap. Ini mungkin disebabkan karena arsitek perencana tak mempunyai pandangan jauh kedepan, atau tak mempunyai kesanggupan berkreasi, atau tak mengerti persoalan direncanakan, atau kurang pengalaman, atau mungkin juga arsitek perencana tak dapat berkhayal. Dimaksudkan berkhayal ialah merangkaikan persoalan-persoalan dihadapi sehingga dapat cocok.
Dalam hal ini berkhayal bukan merupakan kontradiksi dari sifat arsitek perencana rasional. Wewenang diberikan untuk membuat arsitek perencana tidak atau kurang tegas/jelas. Hendaklah instruksi diberikan untuk membuat arsitek perencana tegas dan jalas.
Anggaran kurang. Ini sudah logis. Kalau biaya kurang, arsitek perencana tak dapat dilaksanakan. Pada waktu sekarang biasanya kegagalan arsitek perencana disebabkan karena anggaran kurang. Sekalipun diakui bahwa hal ini bukan satu-satunya sebab.
Pelaksana tak cakap. Walaupun arsitek perencana telah baik, anggaran ada, tetapi kalau pelaksana tak cakap, arsitek perencana bisa saja gagal. Tidak ada bantuan moral dari masyarakat. Misalnya, mengenai arsitek perencana tentang sesuatu projek dipandang dari sudut ekonomis tidak mencerminkan akan kebutuhan sandang-pangan daripada rakyat. Maka apabila masyarakat acuh tak acuh, atau tidak memberikan dukungan moral terhadap rancana tersebut pasti rencana itu akan tidak berhasil alias gagal. Atau dengan istilah paling populer ialah apabila tidak ada/kurang adanya partisipasi aktif dari masyarakat.