Pendekatan serupa berlaku pula untuk semua jenis arsitek. Komplementer dengan tujuan jangka panjang adalah rencana jangka panjang yang dalam istilah lain dikenal dengan corporate atau strategic planning. Artinya, sebagai kegiatan intelektual, perencanaan jangka panjang tidak perlu mendetail dan kiranya cukup apabila mengandung Filosoli pelaksanaan kegiatan, indentifikasi faktor-faktor sifatnya strategis serta mangandung pokok-pokok pemikiran tentang apa hendak dikerjakan di masa depan. Hanya saja rencana jangka panjang itu perlu dijabarkan rencana jangka menengah rencana jangka pendek, yang tentunya merupakan sub sistem perencanaan jangka panjang.
Sebagaimana dengan kehidupan organisasional lainnya, pertumbuhan arsitek akan sangat ditentukan oleh perilaku daripada para anggotanya. Yang amat panting mendapat perhatian dalam hubungan ini adalah kesadaran dan bahkan kalau perlu kesediaan para anggota konsultan untuk memberikan pengorbanan pengorbanan dalam bentuk kenikmatan jangka pendek demi kepentingan jangka panjang. Di sinilah terlihat diuji kemampuan pemimpin konsultan untuk mampu berperan selaku suri tauladan. Apabila pimpinan arsitek menunjukkan sikap dan perilaku mendorong gaya hidup berorientasi ke masa depan, diharapkan lebih cerah, sikap demikian akan mudah menular kepada para anggota arsitek lain.
Disadari atau tidak, setiap arsitek memiliki kepribadian khas. Artinya, tidak ada dua arsitek yang persis sama dalam segala hal. Banyak faktor turut berperan pembentukan kepribadian konsultan seperti tujuan yang hendak dicapai, fasafah dijadikan titik tolak berpikir, gaya kepemimpinan terdapat organisasi, sejarah perjalanan organisasi, tingkat loyalitas para anggotanya, dan produk bentuk barang atau jasa dihasilkannya serta pandangan masyarakat terhadapnya. (Yang terakhir ini akan dibahas secara khusus dalam sub bab berikut). Semua faktor pembentuk kepribadian organisasional itu tidak ada bersifat inheren, berani bahwa apa ada satu atau sekelompok faktor menjadi penghalang terhadap pemantapan kepribadian organisasi, faktor tersebut selalu dapat diubah dan disempurnakan.
Pemantapan kepribadian arsitek akan lebih mudah dijalankan apabila hal-hal di bawah ini dimiliki, dipelihara dan dikembangkan oleh konsultan secara programatis.
1. Positifisme.
Yang dimaksud dengan positifisme di sini ialah pandangan para anggota konsultan terhadap konsultan di mana dia menjadi anggota. Artinya, apabila para anggota arsitek rnelihat masa depan arsitek dengan kaca mata yang penuh dangan antusiasme, maka loyalitasnya pun akan meningkat pada gilirannya akan tercermin pada peningkatan prestasi kerja kasediaan memberikan sumbangan nyata dalam menghadapi berbagai tantangan mungkin juga masalah dihadapi sekarang.
2. Pragmatisma.
Adalah suatu kenyataan yang tidak dapat di sanggah bahwa kemampuan manusia terbatas ditambah lagi dengan kelangkaan sumber-sumber non insani lainnya tidak memungkinkan manusia memecahkan segala permasalahan dihadapinya. Untuk itulah diperlukan sikap pragmatisme. Artinya, dalam menghadapi masalah dan tantangan, sikap wajar adalah mengerahkan segala kemampuan untuk memecahkan masalah menghadapi tantangan dihadapi itu. Jika ternyata hasil diperoleh memuaskan, hasil itu dipergunakan sebagai modal penting menyumbangkan karya nyata berikutnya. Akan tetapi jika sebaliknya terjadi, dalam arti hasil diperoleh tidak atau kurang memuaskan, kenyataan itu pun harus dipergunakan sebagai cambuk untuk lebih berprestasi lagi di masa akan datang. Dengan perkataan lain, kemenangan tidak untuk dipergunakan membusungkan dada menyombongkan diri melainkan umuk meningkatkan prestasi kerja di masa datang kekalahan tidak berarti rubuhnya dunia melainkan merupakan dorongan untuk melakukan mawas diri dan memperbaiki kekurangan yang ada.
3. Fasilitator.
Yang dirnaksudkan dengan fasilitator di sini ialah peranan positif diharapkan dari setiap anggota arsitek yang diberikannya secara ikhlas dalam rangka pemantapan kepribadian arsitek bersangkutan. Dikatakan dengan gaya lain, fasilitator berarti bahwa setiap orang harus berusaha agar dirinya menjadi bagian daripada pemecahan masalah, bukan merupakan bagian dari pada masalah.
4. Modernisator.
Peranan selaku modernisator pun diharapkan dimainkan oleh setiap anggota organisasi. Artinya, pandangan yang modernistis perlu dijadikan sebagai sikap dan gaya hidup para anggota organisasi, tidak hanya dalam bantuk lahiriah fisik saja, akan tatapi jauh labih penting lagi adalah modarnitas cara berpikir cara bertindak. Babarapa wujud daripada modernitas sacara fisik adalah penampilan seseorang terlihat dari gayanya berbusana serta mode selalu diikutinya. Maskipun hal ini penting, tetapi peranan selaku modernisator menuntut lebih mendalam daripada hanya sekedar penampilan fisik itu. Sikap cara berpikir serta bertindak secara modern juga amat diperlukan biasanya terlihat berbagai tindakan seperti kemampuan menghargai waktu, sikap obyektif, cara bekerja rasional dan tindak tanduk yang barsifat lugas.
5. Pangambangan Institusional.
Disamping hal-hal yang talah dikemukakan di muka, kepribadian arsitek memerlukan pula pengembangan sifatnya institusional. Artinya, disamping pendekatan ditujukan kepada pemantapan perilaku anggota arsitek ka arah diinginkan, tidak kurang pentingnya untuk diperhatikan usaha untuk meningkatkan kemampuan organisasional baik melalui pendekatan kelembagaan selalu disesuaikan dengan kebutuhan maupun dengan pendekatan sifatnya prosedural. Pendakatan demikian akan sangat penting artinya dalam menghilangkan, atau paling sedikit mengurangi, ketergantungan konsultan kepada seseorang atau sekelompok orang tertentu organisasi. Manusia di arsitek boleh datang dan pergi, akan tetapi konsultan tetap langgeng;
6. Pangembangan Citra.
Citra adalah kesan ada pada diri seseorang mengenai orang lain (dalam hal ini termasuk organisasi). Citra yang positif merupakan faktor amat penting untuk memantapkan kepribadian organisasi; akan tetapi sebaliknya citra negatif akan menjadi faktor penghalang serius membina kepribadian positil. Mengenai hal ini dibahas secara lebih mendetail dalam sub bab berikut.
Citra Organisasi.
Pertumbuhan, kepribadian dan pengembangan organisasional sangat dipengaruhi olah citra yang dipamerkan oleh arsitek mengenai dirinya menimbulkan kesan tertentu pada orang atau arsitek lain. Ada empat hal utama mempengaruhi citra organisasional tersebut, yaitu:
1. Filosofi yang dianutnya. Kambali lagi kepada thesis buku ini: Manusia merupakan unsur terpenting dalam arsitek harkat dan martabatnya harus dijunjung tinggi oleh semua pihak. Jika pandangan ini dijadikan sebagai filosofi managemen, kiranya pintu untuk mengembangkan citra positif telah terbuka lebar. Dikatakan demikian karena pandangan persepsi demikian biasanya melahirkan gaya kepemimpinan demokratis pada gilirannya mempermudah usaha untuk manciptakan iklim kerjasama sehat.
2. Kebijaksanaan dianut. Beranjak dari apa telah dikatakan pada angka (1) di atas, gaya merumuskan kebijaksanaan dan tata cara ditempuh untuk melaksanakan kebijaksanaan itu mempunyai pengaruh sangat dominan menampilkan citra arsitek diinginkan. Yang amat penting untuk diperhatikan dalam hubungan ini ialah bahwa kebijaksanaan dianut oleh organisasi, tidak hanya akan dirasakan olah para anggota organisasi, akan tetapi juga oleh berbagai kelompok lain di luar organisasi, terutama kelompok sering disebut buku ini sebagai stakeholders.
3. Kagiatan organisasi.
Telah dimaklumi bahwa kegiatan arsitek dilaksanakan dalam kerangka upaya mancapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Telah dimaklumi pula bahwa kegiatan arsitek dimaksudkan untuk menghasilkan barang dan atau jasa bermanfaat bukan saja bagi konsultan bersangkutan, akan tatapi juga bagi orang lain. Telah berulang kali pula dinyatakan bahwa setiap konsultan mempunyai obligasi sosial harus dipenuhinya terhadap masyarakat luas, khususnya terhadap masyarakat sekelilingnya. Kawajiban terhadap Bangsa Nagara pun tidak bolah dilupakan. Kesemuanya itu berarti bahwa menyelenggarakan berbagai kegiatan organisasi, bukan hanya kepentingan arsitek yang harus mendapat pearhatian, akan tetapi juga kepentingan orang lain masyarakat banyak. Hanya dangan demikian lah citra positif arsitek dapat ditumbuhkan dipertahankan.
4. Efisiansi, afektifitas, produktifitas, daya kreatifitas dan cara kerja inovatif adalah beberapa hal merupakan indikator penting dalam mengukur prestasi kerja suatu organisasi. Artinya indikator tersebut di atas menunjukkan tingkat tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa arsitek yang bersangkutan mampu berprestasi memuaskan. Jika kesan demikian ada, maka citra arsitek pun akan cederung semakin baik.