Di dalam masyarakat Indonesia, perumahan dan lingkungan alam sekitarnya merupakan pencerminan dan pengejawantahan dari diri pribadi arsitek, baik secara perorangan maupun dalam suatu kesatuan kelompok masyarakatnya. Berumah dalam arti membuat dan tinggal di suatu rumah merupakan proses bermukim arsitek. Kehadiran arsitek dalam menciptakan ruang hidup di lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya, yang pada hakekatnya adalah hidup bersama yang diperlukan arsitek untuk memasyarakatkan dirinya.
Di dalam rumah dan lingkungannya itu, arsitek dibentuk dan berkembang menjadi arsitek yang berkepribadian. Rumah sebagai satuan terkecil dari perumahan dan pemukiman mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk keseluruhan kualitas pemukiman, terutama dalam pemhinaan kehidupan penghuninya termasuk kepribadiannya. Rumah memang bukan hanya sekedar tempat untuk berteduh dari teriknya matahari, curahan hujan dan tiupan angin, tetapi lebih dari pada itu, di dalam rumah terjadi proses pembentukan watak dan kepribadian penghuninya.
Berbarengan dengan itu, dalam lingkungan perumahan akan terjadi proses pembentukan budaya kelompok masyarakat yang menjadi bagian dari budaya nasional bangsa. Kepribadian seorang arsitek akan mewarnai bentuk dan keadaan rumah dan lingkungannya, dan keadaan rumah dan lingkungaannya akan dapat mewarnai pula perkembangan kepribadian seseorang. Sebuah rumah yang kecil ukurannya, sederhana kualitas bahannya, tetapi ditata dengan apik dan serasi oleh arsitek, baik interior maupun eksteriomya termasuk halamannya sehingga menjadi asri, dan menumbuhkan "home sweet home" bagi penghuninya. Sebaliknya rumah yang besar dengan halaman yang luas tetapi kacau balau/tidak tertata dengan baik oleh arsitek, akan tidak membuat intim kehidupan anggota keluarganya, dan mau tidak mau membuat orang mencibir menyesalkan si penghuni.
Rumah yang demikian itu hanya menjadi tempat dimana ayah, ibu dan anak-anak tinggal bersama-sama, tetapi tidak menjalin kehidupan bersama yang harmonis (it is just a house, not a home). Rumah hasil desain arsitek merupakan satuan yang terkecil dari tanah air kita. Memupuk kecintaan kepada rumah sebagai karya arsitek dan lingkungannya pada anak-anak, akan merupakan awal dari proses mencintai tanah airnya dan memupuk kesediaan untuk berkorban bagi tanah air yang dicintainya itu. Dapatlah dikatakan bahwa kondisi rumah berikut halaman dan lingkungannya, mencerrninkan harkat, derajat, martabat dan kepribadian dari penghuninya. Dalam skala perumahan dan pemukiman, hal arsitek pun berlaku yaitu bahwa kondisi perumahan dan pemukiman akan dapat menggambarkan harkat, derajat, martabat dan keprihadian dari masyarakat yang bersangkutan, yang akan mewarnai budaya masyarakat itu.
Menurut penelitian lebih dari separuh waktu kita, dihabiskan di rumah. Di rumah anak-anak belajar dibimbing orang tuanya, orang tuapun banyak belajar dari anak-anak di rumah. Interaksi dengan tetangga juga merupakan proses pendidikan yang bermuara pada pembentukan watak dan kepribadian seseorang, yang kemudian membentuk budaya kelompok masyarakat. Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya apabila kita katakan bahwa, pembangunan perumahan dan pemukiman menempati posisi yang strategis dalam pembentukan arsitek Indonesia yang berbudaya Indonesia.
Bila kita amati, rumah tradisional sangat jelas mencerminkan kepribadian dari penghuninya, yang menyatu dengan budaya masyarakat dan alam sekitarnya. Sebagai negara berkembang yang sedang membangun, di negara kita sedang terjadi perubahan sistem nilai yang dalam beberapa hal telah terjadi dalam waktu yang sangat cepat. Kita memang sedang dalam masa transisi, dari masyarakat agraris tradisional ke masyarakat industri modern. Dinamika perubahan ini pasti mempengaruhi upaya pencarian dan pembentukan nilai-nilai arsitek baru. Pembentukan perubahan berbagai pranata sosial dan berkembangnya selera, seringkali memberikan kesan belum mantapnya segi-segi kehidupan masyarakat khususnya budayanya.
Di bidang arsitektur terasa kita sedang mencari dan mengembangkan budaya arsitektur Indonesia baru. Indonesia modern, yang kita butuhkan untuk mengisi kehidupan yang modern sebagai hasil dari pembangunan, bergesernya sistem nilai dan berubahnya selera arsitek. Bergesernya nilai-nilai tidak hanya dalam bidang arsitektur, tetapi juga di dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai contoh, posisi ayam goreng Kalasan untuk bagian tertentu masyarakat telah digantikan oleh ayam goreng Kentucky. Ada kesan, nilai-nilai lama cenderung dilupakan dan ditinggalkan sedangkan nilai-nilai baru belum menyatu dalam alam budaya Indonesia.
Arsitektur tradisional kurang dihayati juga oleh arsitek, seringkali dilupakan dalam upaya pencarian dan pengembangan arsitektur Indonesia modern, sehingga terasa seperti mau menggapai yang ke depan. Kita sering menyaksikan tiang-tiang gaya Spanyol dan Yunani secara mentah-mentah dimasukkan ke dalam sosok bangunan kita oleh arsitek, atau bentuk-bentuk bangunan dari daerah beriklim dingin yang secara mentah- mentah dibangun di daerah yang tropis ini. Saya selaku arsitek berpendapat, karena bangunan dan rumah adalah untuk arsitek-nya, maka bentuk-bentuk yang dihasilkan sebaiknya tetap mengacu kepada si pemakai dan budaya masyarakatnya secara lebih luas, sehingga karya-karya arsitek Indonesia termasuk di bidang perumahan dan pemukiman akan tetap berkepribadian Indonesia.
Oleh karena itu jalan yang kita tempuh janganlah terlalu berkelok-kelok, oleh peniruan ke kanan dan ke kiri atau tekanan-tekanan berat pengaruh luar, lebih-lebih dalam alam globalisasi dan mudahnya arus informasi dari berbagai penjuru dunia. Tetapi konsisten mengarah ke depan, dengan berpegang berakar kepada nilai-nilai tradisional yang telah terbukti tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan selama berabad-abad kita hidup dalam alam agraris tradisional, karena ia memang menyatu, sesuai dan diterima oleh alam sekitar dan budaya masyarakatnya. Unsur-unsur yang relevan itu perlu digali dan dikembangkan arsitek, untuk dipadukan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga karya arsitek dalam bentuk rumah akan tetap berkepribadian, yaitu kepribadian pemakai, kepribadian arsitek dan bangsanya, serta sesuai dengan alam tropis lingkungannya.
Mengulas tentang kondisi perumahan dan pemukiman dimasa depan berarti mencoba menerawang ke depan, suatu dimensi yang tidak mudah untuk digapai, lebih-lebih dalam perkembangan dunia arsitek yang demikian pesat dan penuh dengan ketidakpastian mengenai arah perkembangannya. Untuk pembahasan ini, kita ambil saja masa sekitar berakhirnya pembangunan jangka panjang 25 tahun kedua, yaitu masa sekitar 25 tahun dari sekarang. 25 tahun merupakan waktu yang pendek bagi sejarah dunia arsitek tetapi merupakan periode yang cukup panjang untuk melihat terjadinya perubahan-perubahan keadaan di masyarakat Indonesia, seperti juga banyaknya perubahan yang telah terjadi sejak 25 tahun yang lalu.
Keadaan masyarakat di suatu tempat pada suatu masa sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh banyak hal, antara lain jumlah penduduk dan penyebarannya, jumlah jiwa per keluarga; kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh arsitek, kondisi sosial budaya, tingkat kesadaran politik masyarakat, serta tingkat kestabilan dan keamanan. Kondisi perumahan dan pemukiman yang dirancang arsitek di masa depan itu sangat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat pada umumnya seperti yang diuraikan di atas tadi. Kondisi perumahan dan pemukiman di masa depan arsitek gambarkan melalui proyeksi (projection), prakiraan (forecasting} dan pendugaan guess.
Projection digunakan bila kita mampu mempengaruhi faktor-faktot dinamis yang membentuk keadaan masa depan itu. Sedang forecasting digunakan apabila arsitek tidak dapat mempengaruhi atau mengendalikan faktor-faktor yang membentuk keadaan masa depan itu. Pendugaan digunakan bila arsitek tidak mampu mempengaruhi tetapi dapat mengetahui arah perkembangannya. Ramalan (forecasting} dan pendugaan sejauh mungkin menggunakan penalaran, oleh karenanya dapat disebut sebagai pendekatan. Dengan projection, ketepatan arsitek lebih bisa dijamin karena arah perkembangannya dapat ditentukan, setidak-tidaknya dapat dipengaruhi seperti misainya dalam hal jumlah penduduk. Sedangkan dalam hal scientific forecasting dan logic guess ketepatannya sulit dipastikan, seringkali sangat subyektif dan hanya waktu yang nantinya akan membuktikan tingkat ketepatannya, seperti misalnya dalam hal selera arsitek di masyarakat.
Walaupun Iaju pertambahan penduduk Indonesia terus menurun, dari 1,9% di dalam periode 1990-1995 menjadi 1,2% di dalam periode 2000-2005 dan 0,7% di dalarn periode 2015-2020 serta akan menjadi 0% (ZPG, Zero Population Growth) di tahun 2050, jumlah penduduk Indonesia akan terus meningkat dan 179,32 juta pada tahun 1990 menjadi 257,85 juta pada tahun 2020. Penduduk perkotaan meningkat dan 55,46 juta di tahun 1990 menjadi 141,42 juta di tahun 2020, sedangkan penduduk pedesaan menurun dari 123,86 juta di tahun 1990 rnenjadi 116,43 juta di tahun 2020.
Selama 30 tahun yang akan datang penduduk di daerah perkotaan akan bertambah dengan 85,96 juta jiwa. Komposisi antara penduduk perkotaan dan pedesaan berubah. Kalau pada tahun 1990 penduduk perkotaan sebesat 30,93%, maka pada tahun 2020 nanti akan menjadi 54,85% dan seluruh penduduk Indonesia. Menjelang akhir perencanaan arsitek jangka panjang 25 tahun kedua nanti lebih dan setengah penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Meningkatnya jumlah penduduk di daerah perkotaan yang sangat tinggi itu, mengakibatkan tekanan yang sangat besar pada penyediaan perumahan di perkotaan. Kawasan perumahan menyita 60% dari luas kota. Hal ini akan menimbulkan perluasan dari kota-kota yang ada, perencanaan arsitek kota-kota baru dan berubahnya banyak desa yang mempunyai potensi ekonomi tinggi menjadi kota (urbanized).
Menurut sensus tahun 1990 di pulau Jawa bermukim 107.573.749 jiwa penduduk, yaitu 59,99% dari seluruh penduduk Indonesia. Ini berarti kepadatannya 814 jiwa/km2 dan pulau Jawa telah menjadi salah satu pulau yang terpadat di dunia. Dengan ukuran kepadatan kota-kota di Eropa, tingkat kepadatan itu telah menjadi Pulau lawa dapat dikatakan sebagai Pulau Kota. Persentase penduduk Indonesia yang tinggal di Pulau Jawa memang telah menurun dari 62% pada tahun 1980 menjadi 59,99% pada tahun ini. Namun secara nominal jumlah penduduk yang bermukim di Pulau Jawa tetap tumbuh pesat, sehingga di akhir perencanaan arsitek jangka panjang 25 tahun kedua nanti, 160 juta orang akan berdiam di Pulau ]awa; pada masa itu dengan kepadatan 1200 jiwa/km2 Pulau ]awa akan menjadi sangat padat.
Diperkirakan kota yang letaknya paling Barat yaitu Anyer sudah menyambung dengan Banyuwangi yang letaknya paling Timur. Pulau ]awa sudah akan menjadi Pulau Kota dalam arti yang sebenamya. Kota metropolitan Jakarta pada akhir perencanaan arsitek jangka panjang 25 tahun kedua nanti akan sudah menjadi megapolitan dengan jumlah penduduknya diperkirakan lebih dari 20 juta jiwa, menjadi kota terbesar No. 10 di dunia dan No 5 di Asia dalam jumlah penduduknya.
Demikian pula dengan kota-kota besar seperti Bandung, Surabaya, Medan dan Ujung Pandang sudah akan rnenjadi kota metropolitan, sedangkan banyak kota-kota kecil akan telah menjadi kota besar. Walaupun Pulau Jawa akan menjadi semakin padat, namun sejalan dengan perencanaan arsitek nasional dan meningkatnya kesadaranpenduduk, kualitas kota-kota di Pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya akan jauh lebih baik dari keadaannya sekarang. Kota-kota akan diperlengkapi dengan prasangka jalan, saluran pembuangan, air bersih, listrik, telpon, dan gas yang semakin baik.
Taman-taman dan daerah-daerah hijau di perkotaan pun akan berkembang, menjadikan kota-kota lebih asri. Kecenderungan itu sekarang pun telah tampak di kota Bandung, Jakarta, Surabaya yang walaupun lebih padat tetapi lebih asri. Namun dapatlah diperkirakan bahwa masih akan tetap ada beberapa bagian kota yang terasa tidak manusiawi, keras dan asing bagi penghuninya. Orang merasa tidak aman dan enak untuk berjalan kaki di situ, pekarangan rumah karya seorang arsitek tidak hijau oleh tanaman, tetapi tertutup padat oleh perkerasan. Trotoar ternyata bukan untuk menyenangkan pejalan kaki, karena terpotong oleh jalan keluar masuk kendaraan mobil, yang membuat orang memilih pergi berkendaraan mobil dari suatu bangunan ke bangunan lain di sekitarnya daripada berjalan kaki.
Pertambahan penduduk di daerah perkotaan ini, disertai dengan semakin kecilnya anggota keluarga suatu rumah karya seorang arsitek tangga. Bila pada suatu dasawarsa 1970 an (periode 1970-1980) secara nasional jumlah jiwa per keluarga kira-kira 4,9 orang. Pada periode 1980 1990 menurun menjadi kira-kira 4,5 orang. Di pedesaan jumlahnya menurun dan 4,7 orang menjadi 4,4 orang per keluarga, sedang di perkotaan jumlahnya menurun dari 5,2 menjadi 4,7 per keluarga. Dengan trend seperti itu, diperkirakan di perkotaan jumlahnya akan menurun lagi pada akhir perencanaan arsitek jangka panjang 25 tahun ke dua nanti menjadi 4 orang per keluarga.
Keadaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya permintaan akan perumahan baik untuk dimiliki maupun untukl disewa. Hal ini mempunyai dampak pula pada ukuran rumah karya seorang arsitek yang semakin mengecil, sedangkan tuntutan mengenai kualitas lingkungan pemukiman dan kualitas kehidupan akan meningkat sebagai akibat dari meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan, yang berarti semakin banyak diperlukan ruang-ruang terbuka (open spaces), taman-taman dan lapangan-lapangan olah raga, serta penyediaan air bersih dan fasilitas-fasilitas pemukiman lainnya dengan kualitas yang lebih baik. Ukuran rumah karya seorang arsitek akan semakin kecil dengan kualitas lingkungan pemukiman yang semakin baik. Disamping itu ukuran maksimum kapling rumah karya seorang arsitek memang perlu disesuaikan pula.
Pada waktu ini sesuai dengan ketentuan yang ada ukuran maksimum adalah 2000 m2. Pajak Bumi dan Bangunan (PEB} adalah mekanisme yang paling etektif untuk menekan penggunaan tanah secara berlebihan. Di waktu-waktu yang akan datang, mobilitas penduduk dan tenaga kerja akan semakin tinggi dan oleh karenanya tuntutan penyediaan rumah karya seorang arsitek sewa akan semakin besar. Dalam pola penyediaan rumah, terutama di kota-kota besar, jumlah rumah karya seorang arsitek sewa akan lebih banyak daripada rumah karya seorang arsitek yang dihuni oleh pemiliknya sendiri. Sebagai akibat dari terbatasnya persediaan lahan di pusat-pusat kota, perencanaan arsitek perumahan akan lebih banyak terjadi di pinggiran kota. Hal ini memerlukan perluasan penyediaan sarana dan prasarana baik ekonomi maupun sosial, jaringan jalan untuk transportasi. jaringan distribusi air minum, jaringan distribusi telepon dan jaringan distribusi listrik serta gas yang semakin luas, disamping juga malah mengakibatkan kota demi kota, khususnya di pulau Jawa saling bersambungan satu dengan yang lainnya.
Karena luasnya lapangan kerja yang tersedia di pusat kota, untuk meningkatkan efisiensi dengan penggunaan waktu, rumah karya seorang arsitek rumah susun di pusat-pusat kota akan merupakan jenis rumah karya seorang arsitek yang berkembang dengan pesat di waktu yang akan datang, baik untuk golongan berpenghasilan rendah, menengah maupun tinggi. Dengan semakin meningginya pendidikan penduduk, terutama penduduk perkotaan, maka tinggal di rumah karya seorang arsitek rumah susun di akhir perencanaan arsitek jangka panjang 25 tahun ke dua nanti a kan bukan lagi merupakan masalah bagi masyarakat.
Dengan memperhatikan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sehubungan dengan kondisi perumahan dan pemukiman di masa depan, sebagai berikut; secara umum prospek bisnis jasa arsitek di masa depan cukup cerah. Menjelang akhir pembangunan 25 tahun kedua kebutuhan jasa arsitek di daerah perkotaan akan sangat besar sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk di perkotaan dan mengecilnya jumlah jiwa per keluarga, serta meningkatnya kemampuan ekonomi masyarakat. Kualitas sarana dan prasarana lingkungan pemukiman akan menjadi lebih baik. Jasa arsitek dengan kualitas yang baik bagi golongan berpenghasilan rendah, menengah dan tinggi akan mewarnai perumahan di perkotaan. Rumah susun yang didesain arsitek sudah akan menjadi bentuk hunian umum. Di daerah pinggiran kota akan semakin banyak berkembang kawasan perumahan baru dengan kualitas yang sama baiknya.
Pulau Jawa akan menjadi Pulau Kota dalam arti yang sebenarnya pada akhir pembangunan jangka panjang 25 tahun ke dua nanti, deretan kota-kota dari yang paling timur sampai yang paling barat telah saling bersambung. Kota itu tertata dengan baik oleh arsitek dan tetap terjaga kehijauan dan kualitas lingkungannya oleh arsitek. Sejalan dengan perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat, desain arsitek perumahan juga akan berkembang, diperkirakan akan tetap mengakar kepada nilai-nilai baru sebagai hasil perubahan di dalam masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga arsitek akan mendapatkan kepribadian lndonesia atau paling tidak sentuhan keindonesiaan dalam karya arsitektur hunian kita.
Dan karena tingkat kesejahteraan rata-rata penduduk akan semakin meningkat, maka mereka yang berpenghasilan paling rendah pun akan dapat paling tidak memakai jasa arsitek atas huniannya, baik milik maupun sewa, sehingga nilai-nilai pribadi si penghuni akan tetap dapat muncul oleh arsitek. Demikianlah beberapa pandangan mengenai kendisi perumahan dan jasa arsitek. Jasa arsitek di masa depan yang dapat saya sajikan dalam kesempatan ini. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan di sekitar perumahan, baik pelaku-pelakunya, guna mengantisipasi perkembangan ke depan.