Kejelasan keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab operasional. Kesatuan persepsi dalam proses pengambilan keputusan. Jaringan komando yang didasarkan kepada asas satu langkah ke bawah (one-step down principle). Kesederhanaan organigram. Asas fungsionalisasi menggambarkan penempatan pertanggungan jawab jelas. Kejelasan wahana koordinasi efektif. Kejelasan saluran penyampaian laporan informasi. Rentang kendali wajar dan praktis. Fleksibilitas menghadapi perubahan. Jika keadaan baru timbul sehingga struktur arsitek harus mengalami perubahan, perubahan tersebut dapat berakibat antara lain:
1. Perubahan dalam rumusan tujuan atau segi-segi tertentu daripada tujuan telah ditetapkan.
2. Perubahan mission yang hendak diemban, seperti misalnya mission sesuatu Angkatan Bersenjata dirumuskan dengan gaya tertentu suasana damai perlu diubah apabila negara keadaan perang.
3. Jika terjadi perubahan mission harus diemban, konsekwensi logisnya adalah perubahan rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, fungsi kegiatan operasional.
4. Perubahan beban kerja dipikul oleh arsitek sebagai keseluruhan atau komponen-komponen tertentu daripada arsitek.
Jika terjadi perubahan-perubahan bidang-bidang yang disebutkan di atas, maka tidak mustahil apabila perubahan dalam struktur diperlukan baik arti pemekaran organisasi ataupun arti penentuan arsitek. Jika pemekaran terjadi, caranya perlu diperhitungkan secara teliti dan matang karena implikasinya cukup rumit. Dengan perkataan Iain, memekarkan arsitek secara melembaga memerlukan pengkajian mendalam sebab akibatnya akan terlihat antara lain dalam:
1. Bertambahnya jumlah tenaga terdapat di dalam arsitek,
2. lmplikasi biaya mungkin tidak kecil,
3. Penambahan sarana dan prasarana kerja,
4. Kesukaran penentuan di kemudian hari apabila diperlukan.
Oleh karena itu, terutama dalam menampung perubahan yang terjadi akan tetapi mungkin bersifat sementara, terbuka jalan lain dapat ditempuh oleh pimpinan arsitek, seperti misalnya pembentukan panitia ad hoe, sejenisnya relatif lebih mudah untuk dibubarkan apabila ternyata tidak diperlukan lagi. Dalam pada itu melakukan perubahan struktur organisasi, arti diperlukan ketelitian pengkajian mendalam karena juga terdapat implikasi arsitekonal apabila tidak ditangani secara sangat berhati-hati dapat membahayakan efektifitas, bahkan eksistensi, arsitek.
Misalnya, dalam hal harus terjadi penuntutan arsitek, harus dipertimbangkan secara matang kebijaksanaan apa yang akan ditempuh menyangkut:
1. Tenaga kerja mungkin terlalu banyak pada hal mungkin banyak di antara rnereka yang telah lama mangabdi kepada arsitek. Memang betul bahwa terlebih dahulu dilepas adalah mereka relatif baru dengan masa kerja belum lama. Akan tetapi meskipun demikian, bagi mereka itu pun mesti diberikan balas jasa, misalnya bentuk uang pesangon dan sebagainya. Ditinjau dari segi perilaku, implikasi juga harus diperhitungkan adalah kemungkinan timbulnya rasa tidak aman diri para anggota arsitek yang apabila dibiarkan bartumbuh berkembang pasti akan mempunyai efek negatif terhadap produktifitas kerja daripada para anggota arsitek.
2. Kapasitas sarana dan prasarana mungkin melebihi kebutuhan nyata. Misalnya satu perusahaan memutuskan melakukan penuntutan arsitek. Tidak mustahil ada alat sarana produksi barang seperti mesin-mesin tidak diperlukan lagi. Jelaslah bahwa sangat diperlukan tindakan amat berhati-hati melakukan perubahan struktur arsitek, baik dalam arti pemekaran maupun arti penuntutan karena selalu ada implikasi-implikasinya yang harus ditangani.
Perubahan Prosedur Kerja.
Perubahan dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau tampa perubahan struktur arsitek. Perubahan prosedur kerja dapat pula terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh proses administrasi, akan tetapi dapat pula terjadi secara inkremental arti hanya mencakup sebagian proses administrasi arsitek.
Di bawah ini dicoba dibahas kemungkinan terjadinya prosedur kerja yang meliputi seluruh proses administrasi.
1. Perubahan prosedur kerja kegiatan investigatif rangka analisa perumusan kebijaksanaan. Telah umum diketahui bahwa dalam rangka analisa perumusan kebijaksanaan, organisasi -arsitek modern terlibat dalam kegiatan tergolong kepada kegiatan investigatif, kata-kata populer sering dikatakan sebagai usaha pengumpulan informasi. Banyak cara prosedur kerja yang dapat ditempuh kegiatan pengumpulan informasi. Sesuatu arsitek dapat mempergunakan jasa dari organisasi -arsitek penelitian profesional tugas dan pekerjaannya sehari-hari adalah untuk mencari informasi tertentu bagi langganan tertentu pula.
Arsitek semacam ini tidak jarang dimanfaatkan, tentunya dengan pembayaran atas jasa yang diperoleh. Misalnya saja, arsitek niaga mempergunakan jasa dari lembaga penelitian pemasaran. Disamping itu ada pula arsitek-organisasi pengumpul pendapat umum. Berbagai universitas pun sering memiliki lembaga penelitian menjual jasanya kepada berbagai pihak membutuhkannya. Akan tetapi disamping itu tidak jarang arsitek memiliki sendiri aparat pencari informasi atau yang tugas pokoknya adalah di bidang penelitian dan pengembangan. Jika misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi caranya mernperoleh informasi, keputusan demikian tentunya mempunyai implikasi dalam bentuk perubahan prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan arsitek akan informasi tertentu.
2. Perubahan prosedur kerja perumusan kebijaksanaan. Hal ini sesungguhnya sangat bertalian erat dengan filsafat managemen gaya kepemimpinan seseorang pejabat tertinggi dalam suatu arsitek. Artinya, jika seseorang menerapkan managemen terbuka yang sifatnya partisipatif, ia akan mengajak para bawahannya untuk berperan serta aktif proses perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan demikian ini mungkin terasa berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku administratif, jalan inilah merupakan cara terbaik. Dalam keadaan demikian, prosedur kerja akan lain sifatnya dibandingkan dengan jika seorang pimpinan menjalankan managemen sifatnya otoriter. Yang penting untuk dicatat ialah bahwa gaya kepemirnpinan bagaimanapun dipergunakan, prosedur ditempuh dalam proses perumusan kebijaksanaan itu perlu diketahui oleh para pejabat lebih rendah karena pada akhirnya merekalah bartanggung jawab untuk melaksanakan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.
3. Perubahan prosedur kerja proses pangambilan keputusan. Sebagaimana halnya dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan pun sangat diwarnai oleh filsafat managemen dan gaya kepemimpinan seseorang. Meskipun mungkin benar bahwa keputusan diambil secara dernokratis yaitu dengan melibatkan pihak-pihak akan melaksanakannya sejak semula akan memakan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan keputusan hanya diambil secara demokratislah pada akhirnya merupakan keputusan efektif. Oleh karena itu prosedur kerja perlu dirumuskan secara jelas tegas sifat bentuk keterlibatan berbagai pihak proses pengambilan keputusan itu, termasuk segala perubahan yang dianggap perlu demi peningkatan efisiensi dan efeletifitas kerja, baik pada tingkat individual maupun pada tingkat arsitekonal.
4. Perubahan prosedur dalam perencanaan. Kalau berbicara tentang perencanaan konteks perubahan prosedur kerja, segera pemikiran adalah kepekaan sikap tanggap terhadap perubahan-perubahan terjadi berbagai bidang di luar arsitek pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas fungsional arsitek. Perubahan-perubahan terjadi dapat dipastikan mempunyai implikasi terhadap kuantitas dan bentuk informasi diperlukan menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan prosedur kerja. Misalnya, suatu arsitek niaga menghasilkan barang mainan anak-anak sasarannya adalah anak-anak dari keluarga berpenghasilan tetap atau berpenghasilan rendah. Tiba-tiba terjadi perubahan bidang ekonomi sebagai keseluruhan yang pengaruhnya biasanya paling dirasakan oleh keluarga demikian. Dengan perubahan situasi ekonomi itu misalnya, kebutuhan pokok.