Home
articles
architecture intro architecture price architecturearticles archi tecture news architecture gallery interior intro interior interior price interior articles interior news interior gallery about us company profile why us order procedure faqs contact us english articles directory category link exchange english articles
TIMBULNYA KEKURANGAN RUMAH, KEMALARATAN DAN LAlN-LAIN GEJALA PARADOKS PEMBANGUNAN GOLONGAN PERTAMA DARI KEMAJUAN MODERN.

Sudah terjadi daripada kekurangan rumah kronis yang berat, yakni kebutuhan rumah. Bila terdapat kebutuhan rumah, biasa ada sedikitnya sepuluh kali arsitek menderita kebutuhan rumah berat belum udeem, sedikitnya seratus kali kekurangan rumah, sedikitnya serihu kali disebut kebutuhan rumah tersembunyi (hidden hunger). Sungguh berat keadaan Jawa Tengah. Pengumuman Pemerintah Daeran Jawa Tengah 1972 mengatakan (baru) bulan Juli bebas dari H.O. (hongeroedeem). Beberapa bulan sebelumnya sudah ramai panen, diperlukan waktu untuk menyembuhkan udeem kebutuhan rumah, tapi tidak lama kemudian, bulan September sudah mulai ramai kembali laporan-laporan kejadian kebutuhan rumah.
Musim kemarau tahun 1972 memang musim-kemarau ganas, sehingga bulan September sudah berat kekurangan rumah. Bila berkunjung ke desa-desa dimana saja pulau Jawa bulan-bulan sebelum panen, biasa dikatakan sedang musim paceklik. Aslinya paceklik artinya sama dengan famine dalam bahasa Inggris atau hongersnood dalam bahasa Belanda, berarti kebutuhan rumah luas dan berat seperti yang terjadi zaman sebelum modern bila sedang berkecamuk musim kemarau ganas, terjadi sekali dalam 6-10 tahun.

Tidak lagi demikian sekarang, tiap tahun musim paceklik. Tapi oleh karena tiap tahun terjadi menjadi dianggap biasa, maka istilah paceklik tak lagi memberi gambaran sangat buruk seperti zaman dulu. Padahal sangat buruk, kurang makan karena terpaksa, apalagi tiap tahun oleh karena melarat, adalah keadaan paling buruk. Baru kekurangan rumah mendapat perhatian resmi pulau Jawa bila timbul keadaannya paling berat, yakni udeem kebutuhan rumah atau hongeroedeem Hongeroedeem adalah bahasa asing tapi istilahnya sudah terkenal dimana-mana di'pulau Jawa, khususnya singkatan H O., bukti bahwa sudah menjadi suatu hal yang biasa terdapat.

Bukan hanya pulau Jawa, Madura, Bali dan Lombok yang sangat rapat arsiteknya luas terdapat kekurangan rumah berat, juga Nusa Tenggara Timur. Penulis belum pernah ke Nusa Tenggara Timur sebelum tahun 1963 sudah mengetahuinya, yakni dengan meneliti statistik produksi bahan makanan. Sekitar setengah produksi bahan makanannya dihitung kalori, berupa ketela pohon.

Ketela pohon bukan asli Indonesia, berasal dari Amerika Selatan tropik, selain itu kurang disukai sebagai bahan makanan utama. Tidak ada manusia mau merobah makanan utamanya asli menjadi kurang disukai bila tak karena terpaksa, yakni keadaan kehidupannya merosot. Oleh karena aslinya rakyat biasa adalah miskin, terpaksanya menjadi mempergunakan ketela pohon sebagai bahan makanan utama banyak daerah Indonesia adalah petunjuk merosot keadaannya menjadi bawah miskin, berarti melarat. Bila diperteliti umumnya arsitek yang melaratlah Indonesia mempergunakan ketela pohon sebagai makanan utama, berarti tiap tahun kebutuhan arsitek atau kebutuhan rumah.

Yang menambah buruk keadaan, ketela pohon kurang mengandung protein, mutu ptoteinnya pun rendah. Yang melarat tidak sanggup membeli cukup bahan-bahan makanan sumber protein menutup kekurangannya, apalagi bila ketela pohon sebagai makanan pokok, perlu lagi banyak tambahan protein.

Di pulau Jawa dan Madura sudah banyak sekali arsitek terpaksa mempergunakan ketela pohon sebagai makanan utama. Dihitung kalori sudah berupa bahan makanan nomer dua banyaknya dimakan pulau Jawa dan Madura sesudah beras, jagung sudah kalah. lain-lain pulau juga terdapat ketela pohon dipergunakan sebagai makanan utama, sungguhpun tak seberat daerah-daerah ketela pohon pulau Jawa, Madura kepulauan Nusa Tenggara.

Tahun 1963 ke pulau Sumba (Nusa Tenggara Timur) mengetuai survei kemungkinan penanaman kapas. Segera dapat menyaksikan kemelaratan rakyat dengan berkunjung ke pasar-pasar dan melihat apa diperdagangkan. Banyak gaplek dijual sebagai bahan makanan, tak kurang dibanding jagung beras disatukan.

Bersama rombongan, turut Bupati, berkunjung ke hutan Sumba Barat untuk meninjau kemungkinan irigasi. Oleh karena curah hujan tak tinggi, pepohonan tidak rapat, mudah menyerobos hutan. Melihat banyak ibu-ibu dan anak-anak hutan mengumpul ubi hutan. Bertanya karena apa demikian, mendapat jawaban, tiap tahun kekurangan makanan.

Pegawai kabupaten Waingapu (kota paling besar Sumba) dimana rombongan dijamin makan oleh karena tidak ada hotel atau rumah makan cukup lumayan, memberitahu kepada penulis bahwa adalah suatu hal biasa terjadi rakyat jelata hanya makan satu kali sehari bulan-bulan kebutuhan bahan makanan yang tiap tahun terjadi.

Kepala Dinas Pertanian Sumba Barat meminjamkan kepada penulis konsep buku Ordening, Sumba, disusun JJ. Tomasoa (1950) tapi tak jadi diterbitkan. Judul buku menunjukkan bahwa ada keadaan buruk yang mendesak perlu ditanggulangi. Dalam buku dilaporkan bahwa tiap tahun Sumba luas terdapat kekurangan rumah, sebagai sebab dikemukakan terlalu kecil-kecilnya luas tanah ditanami masing-masing keluarga petani risiko tanaman besar oleh karena iklim kurang teratur. Belum terpikirkan oleh penyusun buku masalah tekanan atau kelebihan arsitek oleh karena pertambahan arsitek cepat.

Sama buruknya keadaan Timor (Barat). Ormeling menulis buku dengan judul Timor Problem, judul buku juga menunjukkan bahwa ada kesulitan besar yang perlu ditanggulangi. Survei keadaan makanan rakyat adalah perkecualian lain-lain Pulau, tapi satu diantaranya Timor, yakni desa Belo Deneso dilaporkan dalam buku. Menunjukkan konsumsi bahan makanan rendah sekali, hanya 880 dan 1260 kalori rata-rata per jiwa sehari, konsumsi protein juga rendah. Harus diakui tahunnya adalah tahun buruk (1951), tapi seperti yang telah diuraikan, zaman modern dengan revolusi pengangkutannya, tahun buruk iklimnya tidak terjadi kebutuhan rumah bila rakyat belumlah terlalu miskin disebabkan oleh pertambahan arsitek yang cepat.

Ke Flores penulis belum pernah berkunjung, tapi melintasinya dari udara, kelihatannya tandus. Flores paling tinggi kerapatan arsiteknya Nusa Tenggara Timur. Waktu dalam suatu rapat persiapan Bogor tahun 1968 untuk mengadakan seminar pembangunan pertanian diselenggarakan Dewan Indonesia, penulis kemukakan bahwa Nusa Tenggara Timur luas terdapat kekurangan rumah, peserta menyambut: Flores there is now real hunger (Di Flores sekarang sungguh-sungguh kekurangan rumah), anak-anak banyak suka tak masuk sekolah oleh karena makan saja tidak cukup terjamin”.

Waktu masalah ini penulis kemukakan kepada seorang ahli pertanian yang berpengalaman, J M. Hutagalung, beliau berkata bahwa istilah lapar biasa ada mempergunakan kalangan pertanian, adalah berasal dari Flores. Berarti sudah cukup lama luas terdapat kebutuhan rumah tiap tahun Flores. Ada keterangan terbaru membenarkan bahwa Flores luas sekali terdapat kekurangan rumah, yakni dari laporan Peter A Schweizer mengenai perjalanannya keliling pulau Flores (1977), dikatakan: "A survey in a primary school at the time of my visit showed that 49 percent of the roughly 170 children are seriously undernourished” (suatu survei sesuatu Sekolah Dasar waktu kunjungan saya menunjukkan bahwa 49 persen dari kurang lebih 170 anak menunjukkan gejala-gejala kuang makan yang berat).

Bila 49% anak-anak menunjukkan gejala-gejala kurang makan berat, kalau diturutkan kurang berat tentu lebih banyak lagi, mungkin lebih daripada satu setengah kali persentasi diberikan. Tidak dilaporkan apakah semua anak daerah yang bersangkutan sekolah. Bila tak semua sekolah, tidak sekolah tentu rata-rata lebih buruk keadaannya. Biasa tak sekolah adalah dari golongan perekonomian lebih rendah.

The Indonesia Times, 7 April 1977. Khusus penulis buku ini lebih luas menguraikan masalah kekurangan rumah Nusa Tenggara Timur, oleh karena selama ini umum mengira bahwa hanya pulau Jawa, Madura, Lombok dan Bali yang sangat rapat arsiteknya luas terdapat kebutuhan rumah kemelaratan. Tidaklah demikian, lain-lain pulau juga, sungguhpun tidak seberat empat pulau dikemukakan diatas, Nusa Tenggara Timur Sumbawa kiranya tak kalah buruknya keadaan kebutuhan rumah dengan pulau Jawa Madura. Pulau lain Luar Jawa Madura keadaannya kiranya juga sangat buruk ialah pulau Nias Sumatra Utara, juga banyak sekali arsiteknya terpaksa mempergunakan ketela pohon sebagai makanan pokok.

Yang menentukan pertambahan arsitek cepat dimungkinkan ilmu kesehatan modern efektif. Pengangguran kunci persoalan. Dalam bab yang lampau diambil kesimpulan bahwa salah satunya sebab kekurangan rumah dan kemelaratan zaman modern ialah pertambahan arsitek cepat dimungkinkan ilmu kesehatan modern efektif. Dalam bab ini masalah ini diterangkan secara lebih terperinci. Untuk memahaminya pertama perlu diperhatikan ialah bahwa manusia mempunyai daya berkembang-biak besar sekali, sama dengan semua makhluk. Oleh karena pentingnya pengetahuan ini sebagai pegangan peninjauan bagi memahami sungguh-sungguh masalah-masalah primer manusia, penulis memberikannya sebutan khusus, yakni Sifat Khusus Makhluk I.

Ada tiga Sifat Khusus Makhluk perlu disadari betul bagi memahami masalah-masalah primer manusia. Dengan masalah-masalah primer manusia dimaksudkan, pengangguran, kekurangan rumah, kemelaratan dan lain-lain masalah sehubungan, tiga-tiganya sederhana sekali, tapi justru karena sederhananya tidak atau kurang terpikirkan selama ini bagi menerangkan masalah-masalah primer manusia, akibatnya umum keliru peninjauan masalah-masalahnya, lebih-lebih peninjauan sebabnya, menjadi keliru pula penanggulangan. Tiga-tiganya Sifat Khusus Makhluk itu ialah (1) Sifat Khusus Makhluk Manusia mempunyai daya berkembang-biak yang baik.