Split Level, Pengganti Batas Ruang
Lahan yang terbatas tak membuat Ir. Doddy Pranawidjaja putus asa untuk bisa memiliki semua ruang yang dibutuhkan keluarganya. Sebagai alternatif pengganti batas ruang berupa dinding masif, Doddy membuat split level (perbedaan tinggi lantai) sebagai batas ruang. Split level yang dibuat, memberikan batas maya bagi setiap ruang yang bersebelahan.
Desain rumah dikerjakan sendiri oleh bapak 3 anak yang berprofesi sebagai arsitek ini. Proses desain memakan waktu hingga 2 tahun lamanya. Ini karena Doddy ingin mendapatkan desain yang sangat pas dan paling ideal untuk keluarganya. Akhirnya pada tahun 2002, rumah yang telah ditinggali bersama istrinya, Yana Pramanti M.W., sejak tahun 1993 ini, mulai direnovasi. Proses renovasi ini berlangsung sampai selesai dan benar-benar dianggap memuaskan oleh Doddy dan Yana pada tahun 2004 lalu.
Tak hanya penggunaan split level saja yang diperhitungkan di rumah ini, bahkan besar dan penempatan kolom strukturnya pun sangat diperhitungkan, agar mendapatkan ruangan yang leluasa. “Istilahnya saya menghitung senti demi senti.” ujar Doddy menyakinkan bahwa penghitungan kolom dilakukan dengan sangat cermat.
Split Level Sebagai Batas
Sebagai seorang arsitek yang juga salah seorang anggota IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), Doddy berhasil membuat alternatif untuk pembatas ruang, sehingga rumahnya tidak terlihat sempit meski banyak ruang yang dibuat. Pembatas ruang yang bersifat maya ini diciptakan oleh Doddy dari perbedaan tinggi lantai untuk tiap ruang. Namun tetap ada ruang-ruang tertentu yang masih memerlukan pembatas berupa dinding masif, seperti kamar tidur dan kamar mandi.
Tinggi lantai yang dipakai sebagai dasar adalah ruang keluarga. Untuk membatasi ruang keluarga dan ruang makan yang bersebelahan, maka tinggi lantai ruang makan pun dinaikkan sekitar 50 cm. Ketinggian ini juga tak sama dengan tinggi lantai foyer di bagian depan rumah. Foyer ini berbeda ketinggian 20 cm dari tinggi lantai ruang keluarga. Untuk memisahkan foyer dan ruang tamu, maka ruang tamu pun dinaikkan dua anak tangga, beda sekitar 30 cm dari lantai foyer.
Berbagai variasi ketinggian lantai ini memberikan efek pembatasan ruang yang sangat kuat meski batas tersebut kasat mata. Oleh karena itu keluarga ini pun dapat memperoleh semua ruang yang dibutuhan untuk kegiatan mereka sehari-hari meski lahan yang dimiliki terbatas.
Nuansa Alami
Rumah yang terletak di daerah Pondok Aren ini, bernuansa alami dengan pemakaian bahan-bahan bangunan seperti batu alam dan kayu. Batu alam banyak digunakan untuk fasad bangunan ini, dipadu dengan kayu yang difinishing natural.
Di bagian dalam rumah pun kayu sangat mendominasi detil interiornya. Mulai dari pintu-pintu yang terbuat dari kayu jati asal Madiun, partisi, sampai lantai di ruang keluarga, semuanya terbuat dari kayu. Lantai kayu di ruang keluarga bukanlah menggunakan parket jadi yang banyak dijual di pasaran, melainkan dibuat sendiri oleh sang arsitek. Parket ini terbuat dari kayu merbau yang difinishing melamik. Untuk bagian-bagian yang rawan terkena air, dipilih kayu yang kuat, seperti merbau, jati, dan damar laut. Bahkan kayu merbau untuk parket dibuat dengan ketebalan 3 cm.
Material Aman untuk Anak
Pemilihan material di rumah ini, selain menonjolkan unsur alam, juga dipilih material yang aman untuk anak. Ini karena suami-istri ini sangat memperhatikan keselamatan anak-anaknya di dalam maupun di luar rumah.
Keramik misalnya, digantinya keramik asli yang licin dan berkilau dengan keramik yang lebih kasar, untuk alasan keselamatan anaknya saat belajar berjalan. Dengan keramik yang lebih kasar, anak-anak tidak akan mudah terpeleset saat belajar berjalan. Contoh lain adalah penggunaan batu alam di fasad rumah. Meski batu alam akan tampak lebih cantik tanpa spesi yang merekatkannya, namun keluarga ini lebih memilih menggunakan spesi. Ini dengan pertimbangan batu alam yang tidak diberi spesi akan menjadi sarang bagi binatang-binatang kecil seperti semut, kecoa, sampai kalajengking, yang dapat mengganggu keselamatan anak-anaknya. (lia)